PP 56 Tahun 2021 Pertegas Royalti Lagu Musik Untuk Pencipta dan Pemilik Hak Terkait, Pelaku UMKM Tidak Perlu Risau
Oleh Admin
PP 56 Tahun 2021 Pertegas Royalti Lagu Musik Untuk Pencipta dan Pemilik Hak Terkait, Pelaku UMKM Tidak Perlu Risau
Pengesahan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu
dan/atau Musik banyak mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk dari
pemilik bisnis golongan usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Pasalnya, para pelaku
UMKM yang memanfaatkan lagu dan musik sebagai salah satu penambah daya tarik
bisnisnya merasa keberatan, mengingat PP ini hadir disaat perekonomian sedang
turun karena pandemi Covid-19.
Menjawab hal tersebut,
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Freddy Harris menyampaikan
bahwa bagi UMKM dan start up yang
masih merintis usaha, pemerintah memberikan keringanan dalam PP ini. “Sejatinya
PP ini tidak akan memberatkan para pelaku UMKM dan start up, tapi
pengusaha jangan berlindung di teman-teman (mengatasnamakan) UMKM,” kata Freddy
saat bincang dalam Live Instagram dengan Hukumonline.com bertema Dendang
Tagihan Royalti Musik untuk Usaha Komersial, Sabtu (10/4/2021). Ia
menjelaskan royalti ini merupakan business to business. Para pengusaha
dapat duduk bersama dengan LMKN terkait keringanan pembayaran royalti lagu dan
atau musik tersebut.
“Nanti
pemerintah tinggal menetapkan (aturan besaran tarif royalti),” ucap Freddy.
Bagaimanapun
aturan mengenai pembayaran royalti harus tetap diberlakukan. Hal ini untuk
melindungi pencipta lagu dan pemilik hak terkait atas karya cipta lagu dan
musik mereka yang digunakan oleh orang lain.
Dalam
bincang live tersebut, Freddy juga menegaskan bahwa pemerintah tidak mengambil
keuntungan sekecil apapun dari penarikan royalti tersebut. Pemerintah hanya
mengawasi penarikan dan pendistribusian royalti yang dilakukan oleh Lembaga
Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
“Pemerintah
hanya mengawasi saja. Pemerintah tidak dapat satu sen pun dari royalti,” tegas
Freddy.
Menurutnya, dalam PP ini
juga mengamanatkan terbentuknya pusat data lagu dan musik agar agar pengelolaan
royalti tersebut dapat berjalan secara profesional, akuntabel dan transparan.
“Royalti
yang ada dikolektif, dan datacenter menjadi penting untuk
penghitungan royalti. Ke depannya recognizing song akan membantu
penghitungannya,” ungkap Freddy.
Karenanya, pemerintah
melalui DJKI bersedia memfasilitasi pembangunan pusat data lagu dan musik yang
seyogianya program tersebut berjalan di tahun 2020 lalu.
Namun, karena pandemi
Covid-19, rencana tersebut harus ditunda dan baru akan diwujudkan pada tahun
2022 mendatang.
“Kami berencana bangun data
center lagu dan musik yang komprehensif, tetapi karena
Covid-19 tidak jadi dibangun di 2020. Rencananya data center ini, tahun 2022
sudah ada sistem informasi lagu dan musik,” ujar Freddy.
Untuk besaran tarif
royalti, Freddy mengatakan aturan tersebut diatur pada Keputusan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia (Kepmenkumham) Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016.
PP ini diharapkan dapat
menjadi pemacu seniman untuk lebih banyak berkarya lagi. Tentunya menjadi
harapan bersama agar implementasi Peraturan Pemerintah ini lebih transparan dan
akuntabel. (DES/AMH)